Merajut Asa Saat Senja. Di mata Arman Mansur, Tuti Waryati adalah wanita yang serba bisa. Dalam binar matanya, tergambar kekaguman yang tak pernah usai kepada wanita yang telah memberinya tiga putera dan satu puteri. Dari dulu ibu memang seperti itu. Walaupun sibuk bekerja, ia masih menyempatkan diri mengikuti berbagai kursus keterampilan. Karena itu, wajarlah ketika wanita itu memasuki masa pensiun, Arman pun men-support penuh langkah sang istri untuk mengembangkan usahanya.
Di sela-sela kesibukan kerjanya, Tuti Waryati kadang membuat rajutan seperti bros, bandana, bolero, kaos bayi, sepatu, gantungan tas, syal segitiga, dan lain-lain. Hasilnya, ditawarkan kepada teman-teman kerja. “Yah, iseng-iseng mendapatkan tambahan,” ujarnya sembari terkekeh kecil. Tapi, minatnya terhadap berbagai keterampilan tersebut tak bisa tersalurkan maksimal ketika masih bertugas.
Usia Senja Tidak Jadi Penghalang Memulai Usaha
Setahun menjelang pensiun, tepatnya pada 2009, Tuti mulai serius menekuni hobi membuat rajutan sejak kecil. Namun, ia merasa perlu memfokuskan diri. Karena selama ini, selain rajutan, ia juga membuat jahitan batik dan lain-lain. Akhirnya, ia memutuskan fokus pada rajutan.
“Dari kecil saya sangat berminat dengan berbagai keterampilan. Ibu saya sudah mengajarkan cara merajut sejak saya berusia tujuh tahun,. Dan saya lihat di mall-mall dan pameran-pameran, rajutan belum banyak di pasaran. Padahal, prospeknya bagus. Karena hasil rajutan memang diminati oleh kalangan menengah atas, termasuk turis mancanegara,” papar Tuti.
Barulah setelah Agustus 2010, ketika Surat Keputusan pensiun telah di tangan, wanita kelahiran Garut ini mulai menjajakan hasil karyanya ke berbagai tempat. Ia pun tak sungkan ikut “menitipkan” rajutan ke teman-teman yang mengikuti berbagai pameran.
Akhirnya nenek dua cucu tersebut mengikuti pameran di Gedung Smesco Jakarta. “Alhamdulillah, koneksi saya jadi bertambah. Pesanan pun mulai mengalir. Apalagi ada beberapa orang yang tertarik juga belajar rajutan ke saya,” ceritanya.
Apa yang diperoleh ketika pameran semakin memacu semangatnya. Dengan dibantu dua tenaga lepas, di rumahnya yang berfungsi juga sebagai workshop, ia menyelesaikan berbagai pesanan, selain tetap memproduksi rajutan lainnya untuk dititipkan ke UKM Gallery. Hasil rajutannya ia pasarkan mulai dari harga Rp 5 ribu hingga yang termahal Rp 1 juta. “Taplak besar saya hargai Rp 1 juta dengan waktu pengerjaan selama tiga bulan. Pokoknya rajutan saya betul-betul hand made,” ujar wanita yang hobi jalan-jalan untuk melihat tren mode terkini agar bisa diaplikasikan dalam bentuk rajutan.
“Saya sangat bersyukur menjadi mitra binaan Pertamina. Keinginan saya menekuni hobi menjadi bisnis menjadi kenyataan. Kesempatan ini tidak akan saya sia-siakan,” kata Tuti bersemangat. Bahkan ia pun membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa saja yang mau belajar merajut dengannya.
“Di tempat kursus resmi, biasanya dikenakan tarif Rp 400 ribu untuk empat kali pertemuan. Sama saya cukup bayar separuhnya saja, sampai bisa,” jelasnya mantap. Baginya, membangun usaha dari hobi yang ditekuninya dapat ia tularkan kepada orang-orang yang memiliki minat yang sama. “Saya sangat senang jika mereka juga bisa berdikari seperti saya. Sama-sama berkembang dan akhirnya mandiri,” pungkasnya sambil tersenyum.
Tuti Waryati Sarana Indah Permai
- Jl. Arum Dalu II No. 10 RT 01/08 Kedaung Ciputat
- 0878 0811 6053
- (021) 95 660 428