Real Estate Investment Trust (REIT) atau dikenal juga dengan sebutan Dana Investasi Real Estat (DIRE) semakin santer terdengar di kalangan properti akhir-akhir ini. Bahkan, beberapa pihak terkait, terutama pemerintah dan pengembang, kian intensif membahasnya. Walau prosesnya bisa dikatakan masih lamban.
Melihat perkembangan industri properti di Tanah Air saat ini, REIT memang layak dikaji. Sebab, REIT merupakan satu alternatif pembiayaan properti yang melibatkan dana masyarakat. REIT tak ubahnya reksa dana yang dananya digunakan untuk membeli tanah, mal, perkantoran, atau rumah sakit, yang dikelola oleh manajer investasi.
Beberapa waktu lalu pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XI yang di dalamnya menyebutkan adanya penurunan pajak penghasilan (PPh) final REIT dari 5% menjadi hanya 0,5% dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi aset REIT dari maksimum 5% menjadi 1%. Kebijakan itu cukup baik karena semestinya demikian.
Jika kita berbicara mengenai Real Estate Investment Trust (REIT), kita selalu membandingkan dengan negara tetangga Singapura. Masalahnya, karakteristik pasar finansial Indonesia dan Singapura jauh berbeda. Pajak, suku bunga, dan inflasi di Singapura sangat rendah. Malah di bawah 3%. Di sini, dua kali lipatnya
Kalaupun pemerintah memangkas PPh dan BPHTB REIT, itu saja belum cukup. Di REIT, selain PPh dan BPHTB, ada juga capital gain tax. Itu yang mesti dipertimbangkan. Yang menarik dari REIT, pengembang dapat mengeruk pembiayaan dari masyarakat selayaknya saham atau surat berharga dari penerbit REIT.
Yang membedakan saham dengan Real Estate Investment Trust (REIT) adalah perkembangan saham tergantung manajemen perusahaan, sedangkan masyarakat bisa turut memengaruhi pertumbuhan nilai REIT secara tidak langsung.
Sebagai contoh, ada satu mal A yang dibiayai melalui REIT. Nah, seorang investornya datang ke mal tersebut setiap saat itu sudah turut menaikkan nilai investasinya. Karena semakin ramai semakin mahal harga properti itu. Sebaliknya, kalau mal tersebut justru kian sepi pasti investasi REIT-nya akan rugi.
Jadi, kelebihan dari sistem REIT bagi investor yaitu asetnya nyata adanya. Instrumen investasi ini juga “mengubah” sifat properti yang tak likuid menjadi likuid karena bentuknya saham untuk aset properti. Namanya “saham”, bisa dijual kapan saja. Sementara itu, keuntungan bagi investor, bisa menjadi alternatif pembiayaan untuk pengembangan proyek properti selanjutnya
Dampak positif lain atas berkembangnya REIT di Indonesia, selain menambah khasanah perbendaharaan instrumen investasi bagi masyarakat, juga dapat menggiring pasar properti domestik ke era transparansi. Sebab, dengan semakin maraknya REIT maka informasi mengenai aset properti yang dipaket dalam REIT berikut kinerjanya akan semakin terbuka ke publik.
Dengan begitu, tuntutan keterbukaan data dan praktik bisnis pun semakin tinggi. Imbasnya, akan sangat positif bagi pasar karena pengembang dan investor akan lebih memiliki kepastian (certainty) dan keyakinan (confidence) dalam bisnis dan investasinya.
Oleh Anton Sitorus Direktur, Kepala Riset dan Analisis Savills Indonesia di Property Business
Real Estate Investment Trust (REIT) – Lentera Bisnis